Rabu, 04 Agustus 2010
TSUNAMI MATAHARI
SHEFFIELD - Ahli fisika dari University of Sheffield, Inggris akan segera mengemukakan penemuan terbaru mereka mengenai tsunami dan transisi wilayah gempa pada matahari.
Adapun tsunami yang dibicarakan disini bukanlah tsunami yang terjadi di laut melainkan tsunami pada matahari. Temuan ini akan menyibak tabir misteri dibalik tsunami besar yang terjadi pada pusat tata surya sekaligus juga menerangkan bagaimana terjadinya pemanasan korona matahari. Secara sederhana, tsunami matahari ini kemudian berkontribusi menimbulkan badai matahari.
Seperti dilansir Futurity, Rabu (10/3/2010), transisi wilayah matahari terletak pada jarak sekira 2.000 km diatas permukaan matahari yang nampak. Ini adalah lapisan sempit transisi tajam dalam kepadatan dan temperatur antara kromosfer matahari yang relatif dingin, sekira 10 sampai 20.000 Kelvin dan bagian korona teratas yang panas dengan temperatur mencapai 1 sampai 10 Megakelvin.
Para ahli fisika di Sheffield menemukan bahwa transisi wilayah gempa memberikan tenaga pada dasar yang lebih rendah dari korona matahari.
Gempa tersebut kemudian membentuk tsunami besar yang dihasilkan oleh bagian sempit yang berjarak radius 100 km dan panjang 10 sampai 40.000 km, lalu meningkatkan jet plasma dengan kecepatan 10 sampai 100 km per detik.
Saat jet ini menghantam wilayah transisi, mereka membangkitkan wilayah gempa transisi yang saat ini tengah diobservasi dan ditayangkan dalam sebuah model simulasi komputer untuk pertama kalinya.
Terobosan ini memungkinkan para ilmuwan bisa memperkirakan bahwa pada momen waktu tertentu terdapat sekira 60.000 tsunami besar yang menghantam wilayah transisi.
Tim dari University of Sheffield akan mempresentasikan penemuan mereka di hadapan pemerintah Inggris dalam waktu dekat.
Pesawat ruang angkasa STEREO (Solar Terrestrial Relations Observatory) mengkonfirmasi gambar yang ditangkap kamera pada bulan Februari lalu ketika sunspot 11012 secara tiba-tiba meletup.
Ledakan itu melepaskan miliaran ton awan gas (coronal mass ejection/ CME) ke ruang angkasa dan menimbulkan gelombang panas tsunami sepanjang permukaan Matahari.
STEREO merekam gelombang tersebut dari dua posisi yang berjarak 90 derajat, dan memberikan peneliti yang belum pernah terlihat sebelumnya.
“Itu sudah pasti sebuah gelombang,” kata Spiros Patsourakos dari Universitas George Mason, Virginia yang juga seorang penulis utama di Journal Astrofisika. “Bukan gelombang air, tetapi gelombang raksasa yang terdiri dari plasma dan magnetik panas” ia menambahkan.
Nama teknis untuk gelombang itu adalah “gelombang magnetohydrodynamic” atau disingkat dengan gelombang MHD. Salah satu gelombang yang dilihat STEREO menjulang hingga ketinggian 100 ribu kilometer dengan kecepatan 250 km/detik,dan membawa energi setara dengan 2.400 megaton bahan peledak.
Tsunami Matahari ditemukan di tahun 1997 oleh Solar and Heliospheric Observatory (SOHO). Pada bulan yang sama di tahun itu, CME meledak di daerah permukaan matahari yang aktif, dan SOHO merekam semua itu.
“Kami berpikir, apakah itu sebuah gelombang atau hanya sebatas cahaya dari CME?,” kata Joe Gurman dari Solar Physics Lab.
Menurut kacamata STEREO, sudut pandang yang diambil oleh SOHO tidak menjawab pertanyaan atas gelombang yang tercipta.
“Kami telah melihat gelombang berefleksi adari lubang corona (lubang magnetis dalam atmosfer matahari),” kata Angelos Vourlidas, dari pusat observasi bumi dan penelitian ruang anglasa di universitas George Mason, Fairfax.
Ia menambahkan"Ada film yang indah menggambarkan osiliasi matahari setelah terkena gelombang. Kami menyebutnya gelombang menari."
Tsunami Matahari tidak memberikan ancaman secara langsung pada bumi. Namun tidak dapat dipungkiri, hal ini adalah studi yang sangat penting, ilmuwan mengatakan.
“Kita dapat mendiagnosa kondisi matahari,” Gurman mengatakan. “Dengan melihat bagaimana gelombang menyebar dan terpental, kita dapat mengumpulkan informasi tentang matahari dari sisi atmosfer yang lebih mendalam, dan tidak ada cara yang lain."
“Gelobang Tunami (matahari) dapat meningkatkan kemampuan kita untuk memprediksi cuaca di ruang angkasa,” Vourlidas menambahkan.
"Dengan tepat sasaran mereka menandai tempat di mana letusan terjadi. Penentuan lokasi ledakan dapat membantu kami mengantisipasi ketika CME atau radiasi mencapai Bumi," tambahnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar