Nelson Tansu (lahir di Medan, Sumatera Utara, 20 Oktober 1977; umur 34 tahun) adalah seorang pakar nanoteknologi dan optoelektronika asal Indonesia yang menjadi tenure-tracked Assistant Professor di Universitas Lehigh (Lehigh University) pada usia 25 tahun (sejak Juli 2003). Tansu menyisihkan lebih dari 300 doktor[rujukan?] untuk mendapatkan jabatan Assistant Professor tersebut di Universitas Lehigh sejak Juli 2003. Universitas Lehigh merupakan salah satu universitas papan atas di Amerika Serikat. Berdasarkan US News and World Reports 2009, Lehigh University memiliki ranking yang sama dengan beberapa universitas terkemuka lainnya di Amerika Serikat seperti Georgia Institute of Technology, University of Wisconsin-Madison, University of California-San Diego, University of Illinois-Urbana Champaign, dan New York University[rujukan?].
Riset Tansu adalah dalam bidang fisika terapan (Applied Physics) terutama dalam bidang semikonduktor, nanoteknologi, dan fotonika. Sejak April 2007 sampai April 2009, beliau dipromosi menjadi Peter C. Rossin (Term Chair) Assistant Professor di Universitas Lehigh. Sejak Mei 2009 (usia 31 tahun) sampai April 2010, Tansu dipromosi menjadi Associate Professor dengan tenure di Universitas Lehigh. Sejak May 2010 sampai sekarang, Tansu dipromosi menjadi Class of 1961 Chair Associate Professor (dengan tenure) di Universitas Lehigh. Posisi Professor dengan tenure adalah merupakan posisi seumur hidup, dan biasanya hanya diberikan kepada professor yang telah menunjukkan produktivitas yang tinggi dan riset yang berkaliber tinggi[rujukan?].
Nelson Tansu merupakan putra kedua dari pasangan ayah (Almarhum) Iskandar Tansu dan ibu (Almarhum) Auw Lie Min. Ia dilahirkan di Medan, dan besar di Medan. Tansu menyelesaikan pendidikan dari TK-SD-SMP-SMA di Yayasan Perguruan Sutomo 1 Medan, di mana beliau merupakan lulusan terbaik saat menyelesaikan pendidikan SMA di Mei 1995. Kemudian, dia melanjutkan pendidikan S1 (BS) sampai S3 (PhD / Doktor) di Universitas Wisconsin - Madison.
Pendidikan
- Ph.D. in Electrical Engineering (Applied Physics), September 1998 - Mei 2003, Universitas Wisconsin - Madison, Madison, Amerika Serikat
- B.S. in Applied Mathematics, (Electrical) Engineering, and Physics (AMEP), September 1995 - Mei 1998, Universitas Wisconsin - Madison, Madison, Amerika Serikat
- SMA Sutomo 1, Medan, Sumatera Utara, Indonesia (Juli 1992 - Mei 1995)
- SMP Sutomo 1, Medan, Sumatera Utara, Indonesia (Juli 1989 - Mei 1992)
- SD Sutomo 1, Medan, Sumatera Utara, Indonesia (Juli 1983 - Mei 1989)
- TK Sutomo 1, Medan, Sumatera Utara, Indonesia (Juli 1981 - Mei 1983)
Karier
- Assistant Professor, Department of Electrical and Computer Engineering, Center for Optical Technologies, P. C. Rossin College of Engineering and Applied Science, Lehigh University, Juli 2003 - April 2007
- Peter C. Rossin (Term Chair) Assistant Professor, Department of Electrical and Computer Engineering, Center for Optical Technologies, P. C. Rossin College of Engineering and Applied Science, Lehigh University, April 2007-April 2009
- Associate Professor (with tenure), Department of Electrical and Computer Engineering, Center for Optical Technologies, P. C. Rossin College of Engineering and Applied Science, Lehigh University, May 2009-April 2010.
- Class of 1961 (Chair) Associate Professor (with tenure), Department of Electrical and Computer Engineering, Center for Optical Technologies, P. C. Rossin College of Engineering and Applied Science, Lehigh University, May 2010-present.
Hasil Karya Riset
- Lebih dari 220 publikasi jurnal dan konferensi ilmiah internasional (February 2011) tentang semikonduktor, optoelektronika, fotonika, dan nanoteknologi. Terutama bidang riset mencakup fisika dan teknologi dari semikonduktor nanostruktur untuk laser, dioda pemancar cahaya, sel surya, komunikasi, energi, dan lainnya.
- Journal citations: > 1281 citations, dan h-index = 22 (Februari 2011, ISI Web of Knowledge)
- Delapan paten dalam bidang nanoteknologi dan optoelektronika dari kantor paten Amerika Serikat
==================
Biografi Nelson Tansu - Profesor Termuda Asal Indonesia di Amerika Serikat
Setelah menamatkan SMA, ia memperoleh beasiswa dari Bohn’s Scholarships untuk kuliah di jurusan matematika terapan, teknik elektro, dan fisika di Universitas Wisconsin-Madison, Amerika Serikat. Tawaran ini diperolehnya karena ia menjadi salah satu finalis TOFI. Ia berhasil meraih gelar bachelor of science kurang dari tiga tahun dengan predikat summa cum laude. Setelah menyelesaikan program S-1 pada tahun 1998, ia mendapat banyak tawaran beasiswa dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat. Walaupun demikian, ia memilih tetap kuliah di Universitas Wisconsin dan meraih gelar doktor di bidang electrical engineering pada bulan Mei 2003.
Selama menyelesaikan program doktor, Prof. Nelson memperoleh berbagai prestasi gemilang di antaranya adalah WARF Graduate University Fellowships dan Graduate Dissertator Travel Funding Award. Penelitan doktornya di bidang photonics, optoelectronics, dan semiconductor nanostructires juga meraih penghargaan tertinggi di departemennya, yakni The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award.
Setelah memperoleh gelar doktor, Nelson mendapat tawaran menjadi asisten profesor dari berbagai universitas ternama di Amerika Serikat. Akhirnya pada awal tahun 2003, ketika masih berusia 25 tahun, ia menjadi asisten profesor di bidang electrical and computer engineering, Lehigh University. Lehigh University merupakan sebuah universitas papan atas di bidang teknik dan fisika di kawasan East Coast, Amerika Serikat.
Saat ini Prof. Nelson menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University, Pensilvania dan mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3) dan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer. Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Ia juga sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, baik di berbagai kota di AS dan luar AS seperti Kanada, Eropa dan Asia. Prof Nelson telah memperoleh 11 penghargaan dan tiga hak paten atas penemuan risetnya. Ada tiga penemuan ilmiahnya yang telah dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.
Ketika masih di Sekolah Dasar, Prof. Nelson gemar membaca biografi para fisikawan ternama. Ia sangat mengagumi prestasi para fisikawan tersebut karena banyak fisikawan yang telah meraih gelar doktor, menjadi profesor dan bahkan ada beberapa fisikawan yang berhasil menemukan teori (eyang Einstein) ketika masih berusia muda. Karena membaca riwayat hidup para fisikawan tersebut, sejak masih Sekolah Dasar, Prof. Nelson sudah mempunyai cita-cita ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.
Walaupun saat ini tinggal di Amerika Serikat dan masih menggunakan passport Indonesia, Prof. Nelson berjanji kembali ke Indonesia jika Pemerintah Indonesia sangat membutuhkannya.
Dia sering diundang menjadi pembicara utama dan penceramah di berbagai seminar. Paling sering terutama menjadi pembicara dalam pertemuan-pertemuan intelektual, konferensi, dan seminar di Washington DC. Selain itu, dia sering datang ke berbagai kota lain di AS. Bahkan, dia sering pergi ke mancanegara seperti Kanada, sejumlah negara di Eropa, dan Asia.
Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan
di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan. Bukan main!!
Kedua buku tersebut merupakan buku teks (buku wajib pegangan, Red) bagi mahasiswa S-1 di Negeri Paman Sam.
Karena itu, Indonesia layak bangga atas prestasi anak bangsa di negeri rantau tersebut. Lajang kelahiran Medan, 20 Oktober 1977, itu sampai sekarang masih memegang paspor hijau berlambang garuda. Kendati belum satu dekade di AS, prestasinya sudah segudang. Ke mana pun dirinya pergi, setiap ditanya orang, Nelson selalu mengenalkan diri sebagai orang Indonesia. Sikap Nelson itu sangat membanggakan di tengah banyak tokoh kita yang malu mengakui Indonesia sebagai tanah kelahirannya.
"Saya sangat cinta tanah kelahiran saya. Dan, saya selalu ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia," katanya, serius.
Di Negeri Paman Sam, kecintaan Nelson terhadap negerinya yang dicap sebagai terkorup di Asia tersebut dikonkretkan dengan memperlihatkan ketekunan serta prestasi kerjanya sebagai anak bangsa. Saat berbicara soal Indonesia, mimic pemuda itu terlihat sungguh-sungguh dan jauh dari basa-basi.
"Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan merupakan bangsa yang
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa besar lainnya. Tentu saja jika bangsa kita terus bekerja keras," kata Nelson menjawab koran ini.
Anak muda itu memang enak diajak mengobrol. Idealismenya berkobar-kobar dan penuh semangat. Layaknya profesor Amerika, sosok Nelson sangat bersahaja dan bahkan suka merendah. Busana kesehariannya juga tak aneh-aneh, yakni mengenakan kemeja berkerah dan pantalon.
Sekilas, dia terkesan pendiam. Pengetahuan dan bobotnya sering tersembunyi di balik penampilannya yang seperti tak suka bicara. Tapi, ketika dia mengajar atau berbicara di konferensi para intelektual, jati diri akademisi Nelson tampak. Lingkungan akademisi, riset, dan kampus memang menjadi dunianya. Dia selalu peduli pada kepentingan serta dahaga pengetahuan para mahasiswanya di kampus.
Ada yang menarik di sini. Karena tampangnya yang sangat belia, tak sedikit insan kampus yang menganggapnya sebagai mahasiswa S-1 atau program master. Dia dikira sebagai mahasiswa umumnya. Namun, bagi yang mengenalnya, terutama kalangan universitas atau jurusannya mengajar, begitu bertemu dirinya, mereka selalu menyapanya hormat: Prof Tansu.
"Di semester Fall 2003, saya mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang physics and applications of photonics crystals. Di semester Spring 2004, sekarang, saya mengajar kelas untuk mahasiswa senior dan master tentang semiconductor device physics. Begitulah," ungkap Nelson menjawab soal kegiatan mengajarnya. September hingga Desember atau semester Fall 2004, jadwal mengajar Nelson sudah menanti lagi. Selama semester itu, dia akan mengajar kelas untuk tingkat PhD tentang applied quantum mechanics for semiconductor nanotechnology.
Nelson termasuk individu yang sukses menggapai mimpi Amerika (American dream). Banyak imigran dan perantau yang mengadu nasib di negeri itu dengan segala persaingannya yang superketat. Di Negeri Paman Sam tersebut,ada cerita sukses seperti aktor yang kini menjadi Gubernur California Arnold Schwarzenegger yang sebenarnya adalah imigran asal Austria. Kemudian, dalam Kabinet George Walker Bush sekarang juga ada imigrannya, yakni Menteri Tenaga Kerja Elaine L. Chao. Imigran asal Taipei tersebut merupakan wanita pertama Asian-American yang menjadi menteri selama sejarah AS.
Negara Superpower tersebut juga sangat baik menempa bakat serta intelektual Nelson. Lulusan SMA Sutomo 1 Medan itu tiba di AS pada Juli 1995. Di sana, dia menamatkan seluruh pendidikannya mulai S-1 hingga S-3 di University of Wisconsin di Madison. Nelson menyelesaikan pendidikan S-1 di bidang applied mathematics, electrical engineering, and physics. Sedangkan untuk PhD, dia mengambil bidang electrical engineering.
Dari seluruh perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengaku bahwa semua suksesnya itu tak lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut kedua orang tuanya dan kakeknya. "Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali," ujarnya.
Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut.
"Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu," ungkapnya.
Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. "Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu," jelasnya.
Sisihkan 300 Doktor AS, tapi Tetap Rendah Hati Nelson Tansu menjadi fisikawan ternama di Amerika. Tapi, hanya sedikit yang tahu bahwa profesor belia itu berasal dari Indonesia. Di sejumlah kesempatan, banyak yang menganggap Nelson ada hubungan famili dengan mantan
PM Turki Tansu Ciller. Benarkah?
NAMA Nelson Tansu memang cukup unik. Sekilas, sama sekali nama itu tidak mengindikasikan identitas etnis, ras, atau asal negeri tertentu. Karena itu, di Negeri Paman Sam, banyak yang keliru membaca, mengetahui, atau berkenalan dengan profesor belia tersebut.
Malah ada yang menduga bahwa dia adalah orang Turki. Dugaan itu muncul jika dikaitkan dengan hubungan famili Tansu Ciller, mantan perdana menteri (PM) Turki. Beberapa netters malah tidak segan-segan mencantumkan nama dan kiprah Nelson ke dalam website Turki. Seolah-olah mereka yakin betul bahwa fisikawan belia yang mulai berkibar di lingkaran akademisi AS itu memang berasal dari negerinya Kemal Ataturk.
Ada pula yang mengira bahwa Nelson adalah orang Asia Timur, tepatnya Jepang atau Tiongkok. Yang lebih seru, beberapa universitas di Jepang malah terang-terangan melamar Nelson dan meminta dia "kembali" mengajar di Jepang.
Seakan-akan Nelson memang orang sana dan pernah mengajar di Negeri Sakura itu.
Dilihat dari nama, wajar jika kekeliruan itu terjadi. Begitu juga wajah Nelson yang seperti orang Jepang. Lebih-lebih di Amerika banyak professor yang keturunan atau berasal dari Asia Timur dan jarang-jarang memang asal Indonesia. Nelson pun hanya senyum-senyum atas segala kekeliruan terhadap dirinya.
"Biasanya saya langsung mengoreksi. Saya jelaskan ke mereka bahwa saya asli Indonesia. Mereka memang agak terkejut sih karena memang mungkin jarang ada profesor asal aslinya dari Indonesia,"jelas Nelson.
Tansu sendiri sesungguhnya bukan marga kalangan Tionghoa. Memang, nenek moyang Nelson dulu Hokkien, dan marganya adalah Tan. Tapi, ketika
lahir, Nelson sudah diberi nama belakang "Tansu", sebagaimana ayahnya, Iskandar Tansu.
"Saya suka dengan nama Tansu, kok,"kata Nelson dengan nada bangga.
Nelson adalah pemuda mandiri. Semangatnya tinggi, tekun, visioner, dan selalu mematok standar tertinggi dalam kiprah riset dan dunia akademisinya. Orang tua Nelson hanya membiayai hingga tingkat S-1. Selebihnya? Berkat keringat dan prestasi Nelson sendiri. Kuliah tingkat doktor hingga segala keperluan kuliah dan kehidupannya ditanggung lewat beasiswa universitas.
"Beasiswa yang saya peroleh sudah lebih dari cukup untuk membiayai semua kuliah dan kebutuhan di universitas," katanya.
Orang seperti Nelson dengan prestasi akademik tertinggi memang tak sulit memenangi berbagai beasiswa. Jika dihitung-hitung, lusinan penghargaan dan anugerah beasiswa yang pernah dia raih selama ini di AS.
Menjadi profesor di Negeri Paman Sam memang sudah menjadi cita-cita dia sejak lama. Walau demikian, posisi assistant professor (profesor muda, Red) tak pernah terbayangkannya bisa diraih pada usia 25 tahun. Coba bandingkan dengan lingkungan keluarga atau masyarakat di Indonesia, umumnya apa yang didapat pemuda 25 tahun?
Bahkan, di AS yang negeri supermaju pun reputasi Nelson bukan fenomena umum. Bayangkan, pada usia semuda itu, dia menyandang status guru besar. Sehari-hari dia mengajar program master, doktor, dan bahkan post doctoral. Yang prestisius bagi seorang ilmuwan, ada tiga riset Nelson yang dipatenkan di AS. Kemudian, dua buku teksnya untuk mahasiswa S-1 dalam proses penerbitan.
Tapi, bukan Nelson Tansu namanya jika tidak santun dan merendah. Cita-citanya mulia sekali. Dia akan tetap melakukan riset-riset yang hasilnya bermanfaat buat kemanusian dan dunia. Sebagai profesor di AS, dia seperti meniti jalan suci mewujudkan idealisme tersebut.
Ketika mendengar pengakuan cita-cita sejatinya, siapa pun pasti akan terperanjat. Cukup fenomenal. "Sejak SD kelas 3 atau kelas 4 di Medan, saya selalu ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat. Ini benar-benar saya cita-citakan sejak kecil," ujarnya dengan mimic serius.
Tapi, orang bakal mahfum jika melihat sejarah hidupnya. Ketika usia SD, Nelson kecil gemar membaca biografi para ilmuwan-fisikawan AS dan Eropa. Selain Albert Einstein yang menjadi pujaannya, nama-nama besar seperti Werner Heisenberg, Richard Feynman, dan Murray Gell-Mann ternyata Sudah diakrabi Nelson cilik.
"Mereka hebat. Dari bacaan tersebut, saya benar-benar terkejut, tergugah dengan prestasi para fisikawan luar biasa itu. Ada yang usianya muda sekali ketika meraih PhD, jadi profesor, dan ada pula yang berhasil menemukan teori yang luar biasa. Mereka masih muda ketika itu," jelas Nelson penuh kagum.
Nelson jadi profesor muda di Lehigh University sejak awal 2003. Untuk bidang teknik dan fisika, universitas itu termasuk unggulan dan papan atas di kawasan East Coast, Negeri Paman Sam. Untuk menjadi profesor di Lehigh, Nelson terlebih dahulu menyisihkan 300 doktor yang resume (CV)-nya juga hebat-hebat.
http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/02/biografi-nelson-tansu-professor-termuda.html
====================
Prof. Nelson Tansu, Ph.D: Professor Termuda Amerika Serikat Asal Indonesia
Keberhasilan bukanlah berasal dari tingkat kepintaran,
Kunci dari keberhasilan adalah kerja keras dan fokus yang luar biasa
[Nelson Tansu]
Prof. Nelson Tansu, Ph.D dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, tanggal 20 Oktober 1977. Dia adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw yang berdomisili di Medan, Sumatera Utara. Kedua orang tua Nelson adalah pebisnis percetakan di Medan. Mereka adalah lulusan universitas di Jerman. Abang Nelson, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State University (OSU). Tampak jelas bahwa Nelson memang berasal dari lingkungan keluarga berpendidikan. Ia adalah lulusan terbaik SMU Sutomo 1 Medan pada tahun 1995 dan juga menjadi finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI).[1]
Finalis Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) ini adalah anak kedua di antara tiga bersaudara buah hati pasangan Iskandar Tansu dan Lily Auw. Kedua orang tua Nelson adalah lulusan universitas di Jerman dan memiliki bisnis percetakan di Medan. Abangnya, Tony Tansu, adalah master dari Ohio, AS. Begitu juga adiknya, Inge Tansu, adalah lulusan Ohio State University (OSU).
Ketika masih di Sekolah Dasar, Nelson Tansu gemar membaca biografi para fisikawan ternama. Ia sangat mengagumi prestasi para fisikawan tersebut karena banyak fisikawan yang telah meraih gelar doktor, menjadi profesor dan bahkan ada beberapa fisikawan yang berhasil menemukan teori (eyang Einstein) ketika masih berusia muda. Karena membaca riwayat hidup para fisikawan tersebut, sejak masih Sekolah Dasar, Nelson Tansu sudah mempunyai cita-cita ingin menjadi profesor di universitas di Amerika Serikat.
“Menurut saya, keberhasilan bukanlah berasal dari tingkat kepintaran. Saya sendiri tidak pernah merasa bahwa saya sendiri lebih cerdas atau lebih dari yang lainnya terutama orang-orang Indonesia lainnya. Sebenarnya menurut saya, saya biasa-biasa saja tetapi saya memang orang yang rajin dan kerja keras. Jadi, menurut saya, kerja keras dan fokus yang luar biasa adalah kunci dari keberhasilan. Di samping kerja keras dan fokus, saya juga mendapat dukungan dari istri (Adela Gozali Yose) dan keluarga saya untuk dapat memberikan kontribusi sampai sekarang.”
Dari seluruh perjalanan hidup dan karirnya, Nelson mengaku bahwa semua suksesnya itu tak lepas dari dukungan keluarganya. Saat ditanya mengenai siapa yang paling berpengaruh, dia cepat menyebut kedua orang tuanya dan kakeknya. “Mereka menanamkan mengenai pentingnya pendidikan sejak saya masih kecil sekali,” ujarnya.
Ada kisah menarik di situ. Ketika masih sekolah dasar, kedua orang tuanya sering membanding-bandingkan Nelson dengan beberapa sepupunya yang sudah doktor. Perbandingan tersebut sebenarnya kurang pas. Sebab, para sepupu Nelson itu jauh di atas usianya. Ada yang 20 tahun lebih tua. Tapi, Nelson kecil menganggapnya serius dan bertekad keras mengimbangi sekaligus melampauinya. Waktu akhirnya menjawab imipian Nelson tersebut. “Jadi, terima kasih buat kedua orang tua saya. Saya memang orang yang suka dengan banyak tantangan. Kita jadi terpacu, gitu,” ungkapnya.
Nelson mengaku, mendiang kakeknya dulu juga ikut memicu semangat serta disiplin belajarnya. “Almarhum kakek saya itu orang yang sangat baik, namun agak keras. Tetapi, karena kerasnya, saya malah menjadi lebih tekun dan berusaha sesempurna mungkin mencapai standar tertinggi dalam melakukan sesuatu,” jelasnya.
Riwayat Pendidikan
Setelah menamatkan SMA, Tansu memperoleh beasiswa dari Bohn’s Scholarships untuk kuliah di jurusan matematika terapan, teknik elektro, dan fisika di Universitas Wisconsin – Madison, Amerika Serikat. Pada tahun 1998 Tansu berhasil meraih gelar bachelor of science yang ditempuh hanya dalam waktu 2 tahun 9 bulan dengan predikat Summa Cum Laude. Setelah itu, ia mendapat banyak tawaran beasiswa dari berbagai perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat.
Walaupun demikian, ia memilih tetap kuliah di Universitas Wisconsin dan meraih gelar doktor di bidang electrical engineering pada bulan Mei 2003. Thesis Doktorat – nya di bidang photonics, optoelectronics, dan semiconductor nanostructires mendapat award sebagai “The 2003 Harold A. Peterson Best ECE Research Paper Award” mengalahkan 300 thesis doktoral lainnya. Selain itu, penghargaan lain yang diterimanya antara lain WARF Graduate University Fellowships dan Graduate Dissertator Travel Funding Award. [2]
Dalam pemenuhan gelar doktoralnya, Nelson Tansu mendapatkan tawaran sebagai assisten professor dari berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat. Tawaran-tawaran pekerjaan ini membuat membuang jauh-jauh untuk kembali dan bekerja di Indonesia. Kemudian pada tahun 2003, dalam usianya yang ke 25 tahun, Tansu memutuskan untuk bekerja di Lehigh University sebagai asissten professor di jurusan teknik elektro dan informatika. Ini merupakan kehormatan diangkat sebagai pengajar di universitas. Walaupun saya adalah professor dalam jurusan teknik elektro dan informatika, penelitian saya lebih cenderung kepada fisika terapan dan quantum electronics,” tukasnya.[3]
Pada usia 25 tahun Tansu diangkat menjadi guru besar (profesor) di Lehigh University, Bethlehem, Pennsylvania dan langsung mengajar mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3), bahkan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer. Tansu merupakan orang Indonesia pertama yang menjadi profesor di Lehigh University.
Pada semester musim gugur di tahun 2003, saya mengajar mahasiswa doktoral dalam mata kuliah physics and applications of photonics crystals. Pada musim semi tahun 2004, saya mengajar mahasiswa pasca sarjana dalam matakuliah semiconductor device physic. Mungkin itu,” ungkap Tansu. Selama bulan September ke Desember pada musim gugur 2004, Nelson Tansu mengajar kelas doktoral dalam mekanika kuantum terapan untuk teknologi-nano semi konduktor. Sebagai tambahan, Nelson Tansu juga menjadi supervisor untuk penelitian beberapa mahasiswa PhD dan post-doktoral di Lehigh University.
Karena prestasi yang dicapainya, Nelson Tansu menjadi incaran berbagai universitas terkemuka di Amerika Serikat dan negara-negara lain. Tawaran itu datang dari berbagai universitas di Amerika Serikat, Kanada, Jerman, dan Taiwan. Tentu saja tawaran itu diberikan dari universitas-universitas terbaik yang ada di negara tersebut. Semua tawaran itu didapatkan Nelson Tansu sebelum dan sesudah dia menjadi pengajar di Lehigh University. Tetapi semua tawaran itu akhirnya ditepisnya dan kemudian dia loyal dan komitmen untuk mengajar di Lehigh University, Pennsylvania.
Alasan utama yang dikemukakan Tansu adalah Lehigh bersedia memberikan anggaran yang memadai untuk penelitiannya, semiconductor nanostructure optoelectronic devices. Menurut Tansu, Lehihg University juga memiliki kepemimpinan yang kuat dan ambisi untuk menjadi yang terbaik dengan memperkerjakan professor terbaik dan terkemuka untuk melakukan penelitian yang berkelas dunia.
Kontribusi untuk Dunia Riset
Pada April 2007 sampai April 2009, Tansu dipromosikan menjadi Peter C. Rossin (Term Chair) Assistant Professor di Universitas Lehigh. Kemudian pada Mei 2009 sampai sekarang, Tansu dipromosi menjadi Associate Professor dengan tenure di Universitas Lehigh. Posisi Professor dengan tenure adalah merupakan posisi seumur hidup, dan biasanya hanya diberikan kepada profesor yang telah menunjukkan produktivitas yang tinggi dan riset yang berkaliber tinggi.[4]
Saat ini Prof. Nelson menjadi profesor di universitas ternama Amerika, Lehigh University, Pensilvania dan mengajar para mahasiswa di tingkat master (S-2), doktor (S-3) dan post doctoral Departemen Teknik Elektro dan Komputer. Lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya telah dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Ia juga sering diundang menjadi pembicara utama di berbagai seminar, konferensi dan pertemuan intelektual, baik di berbagai kota di AS dan luar AS seperti Kanada, Eropa dan Asia. Prof Nelson telah memperoleh 11 penghargaan dan tiga hak paten atas penemuan risetnya. Ada tiga penemuan ilmiahnya yang telah dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers.[5]
Yang mengagumkan, sudah ada tiga penemuan ilmiahnya yang dipatenkan di AS, yakni bidang semiconductor nanostructure optoelectronics devices dan high power semiconductor lasers. Di tengah kesibukannya melakukan riset-riset lainnya, dua buku Nelson sedang dalam proses penerbitan.
Bidang research yang didalaminya adalah semiconductor optoelectronics and semiconductor nanostructure devices, di mana saya melakukan riset baik dalam bidang experimental dan theoretically juga. Teknologi yang Tansu kembangkan mencakup semiconductor lasers, quantum well dan quantum dot lasers, quantum intersubband lasers, InGaAsN quantum well dan quantum dots, type-II quantum well lasers, dan GaN/AlGaN/InGaN semiconductor nanostructure optoelectronic devices. Dengan menggunakan metalorganic chemical vapor deposition untuk mengontrol atom-atom di semiconductor, kita dapat melakukan bandgap engineering dari semiconductor tersebut. Penggunaan teknologi ini mencakup aplikasi di bidang optical communication, biochemical sensors, system deteksi untuk senjata, dan lainnya.
Harapannya Untuk Indonesia
Saya percaya bahwa kita harus belajar dari Singapore bahwa mereka membayar gaji guru lebih tinggi dari insinyur, dan juga gaji profesor mereka merupakan salah satu yang terbaik di tingkat Asia. Dengan demikian, mereka dapat menrekrut talenta-talenta terbaik domestik dan luar negeri untuk menjadi guru dan profesor di Singapore.[6]
“Negara Indonesia adalah Negara besar dengan populasi ke-4 terbesar di dunia. Banyak talenta-talenta luar biasa dari generasi muda kita yang melebihi kita-kita yang sudah lebih senior, dan kita harus dapat memberikan motivasi untuk memajukan mereka, dan juga memberikan bimbingan dan semangat yang tepat untuk dapat mengembangkan talenta-talenta muda tersebut secara optimal. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang harus mampu untuk memberikan kontribusi besar untuk tingkat dunia. Dengan adanya generasi muda bertalenta tinggi di Indonesia (yang menurut saya, banyak yang lebih luar biasa dari kita-kita yang senior), maka saya yakin Indonesia dapat menjadi negara maju dengan masyarakat yang sejahtera dan juga dapat memberikan kontribusi yang luar biasa di tingkat dunia.”[7]
“Sewaktu pertemuan di I-4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) di Jakarta bulan Desember 2010 , saya benar-benar sangat impressed dengan enthusiasm dari generasi muda yang ingin Indonesia maju. Dengan semangat yang demikian positif dan saling mendukung di antara kalangan ilmuwan Indonesia, maka saya yakin Indonesia akan maju dan generasi muda akan terus berkembang melebihi generasi sekarang”.[8]
Tentu saja, Indonesia haruslah berpikir bagaimana untuk menyediakan wadah-wadah yang kompetitif yang dapat merekrut dan menampung murid-murid Indonesia yang telah sangat berhasil dalam riset dan pendidikan tinggi mereka di negara-negara maju. Indonesia harus memiliki universitas-universitas yang memiliki reputasi yang tinggi di tingkat Asia, yang mampu menrekrut profesor-profesor terbaik dalam bidang akademik, riset, dan reputasi.
Untuk meningkatkan kualitas profesor-profesor di Indonesia, maka universitas haruslah mampu meningkat gaji profesor-profesor di Indonesia. Saya sering mendengar keluhan teman-teman yang telah pulang ke Indonesia sebagai dosen dalam bidang gaji, sehingga mereka harus mengambil pekerjaan konsultansi di luar universitas.[9]
Jadi saya sangat berharap bahwa jika Indonesia memang berkomitmen untuk mendirikan universitas-universitas berkualitas tinggi yang dapat mendobrak menjadi salah satu universitas terbaik di tingkat Asia (top 5-10 Asia), maka kita bakal mampu untuk menrekrut professor-professor yang sangat berkualitas tinggi dari manca negara.
Dengan adanya universitas-universitas yang bagus di Indonesia, kita juga akan mampu menarik talenta-talenta muda dari manca negara untuk bersekolah di Indonesia. Saya sangat yakin bahwa universitas yang berkualitas tinggi adalah fundamental untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, teknologi, ekonomi, sosial, dan semua ini akan menjadikan Indonesia menjadi salah satu powerhouse di tingkat Asia dan dunia.[10]
Untuk meningkatkan kualitas profesor-profesor di Indonesia, maka universitas haruslah mampu meningkat gaji profesor-profesor di Indonesia. Saya sering mendengar keluhan teman-teman yang telah pulang ke Indonesia sebagai dosen dalam bidang gaji, sehingga mereka harus mengambil pekerjaan konsultansi di luar universitas. Sering juga setelah beberapa tahun dalam posisi demikian, mereka mengambil keputusan untuk pergi ke Malaysia atau Singapura untuk posisi yang lebih rendah tetapi gaji yang lebih tinggi. Jadi saya rasa hal gaji adalah hal yang sangat penting untuk didiskusikan.
Kita harus belajar dari Korea Selatan, China, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura yang telah sangat sukses dalam merekrut profesor-profesor mereka dari AS dan Eropa terutama dengan memberikan fasilitas riset yang bagus, gaji yang bagus, dan komitmen yang tinggi untuk menjadi universitas top di tingkat Asia dan internasional. Jika Indonesia tidak memiliki wadah yang dapat menampung murid-murid Indonesia yang telah berhasil di negara-negara maju, sangatlah sulit bagi mereka untuk dapat kembali ke Indonesia.
Karena, jika mereka pulang ke Indonesia tanpa adanya wadah tersebut, mereka tidak akan dapat mengembangkan karir mereka di Indonesia. Karir ilmuwan tersebut tidaklah panjang, hanya sekitar 30-35 tahun yang produktif dan mungkin 15-25 tahun yang sangat produktif. Dan masa sangat produktif tersebut adalah sewaktu mereka masih muda, kreatif, dan memiliki banyak ide-ide original.
Di kalangan masyarakat negara maju, pendidik, guru atau profesor, sangatlah dihormati. Mungkin hal ini disebabkan karena rasa sadar diri yang tinggi dari masyarakat negara maju mengenai betapa pentingnya pendidik dalam membentuk generasi mendatang. Jangan lupa juga, hampir semua penemuan penting yang menempatkan negara maju (seperti Amerika Serikat) berasal dari riset yang dilakukan oleh mahasiswa dan profesor-profesor di universitas.
Bangsa Indonesia harus mampu memiliki universitas-universitas berkualitas terbaik (top 10 or top 5) di tingkat Asia.
Hal ini merupakan tujuan yang tidak dapat dihindari jika Indonesia ingin menjadi salah satu macan pendidikan di tingkat Asia. Dengan adanya universitas-universitas top 5 dan top 10 di tingkat Asia, maka sumber daya manusia (SDM) terbaik Indonesia dapat berkarya di dalam negeri dan juga SDM terbaik dari luar negeri dapat ditarik untuk berkontribusi dalam meningkatkan kualitas generasi muda mendatang.
Tentu saja, nasib bangsa Indonesia di masa depan berada di tangan anak-anak muda sekarang. Kalau tidak, memangnya bangsa kita harus tergantung dengan siapa? Tentu saja, anak-anak muda sekarang ini haruslah diberikan contoh-contoh, cara-cara, dan kesempatan-kesempatan untuk mampu menjadi maju dan berhasil. Jawabannya sebenarnya tentu cuma satu, yaitu pendidikan yang terbaik untuk generasi sekarang dan mendatang!
Pejaten Barat, Jakarta
Selasa , 13 September 2011, 11:36
Referensi :
[1] “Biografi Nelson Tansu : Profesor Termuda Asal Indonesia di Amerika Serikat”, http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/02/biografi-nelson-tansu-professor-termuda.html, diakses pada 13 September 2011
[2] “Prof. Nelson Tansu, Ph.D.”, http://www.engineeringtown.com/teenagers/index.php/profil-insinyur/563-prof-nelson-tansu-phd.html, diakses pada 13 September 2011
[3] “Prof. Nelson Tansu, Ph.D.”, http://sahuri.wordpress.com/2010/08/22/prof-nelson-tansu-ph-d/, diakses pada 12 September 2011
[4] “Prof. Nelson Tansu, Ph.D.”, http://www.engineeringtown.com/teenagers/index.php/profil-insinyur/563-prof-nelson-tansu-phd.html, diakses pada 13 September 2011
[5] “Biografi Nelson Tansu : Profesor Termuda Asal Indonesia di Amerika Serikat”, http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/02/biografi-nelson-tansu-professor-termuda.html, diakses pada 13 September 2011
[6] Algooth Putranto, “Nelson Tansu : On Interview”, http://aergot.wordpress.com/2008/05/09/nelson-tansu-on-interview/, diakses pada 12 September 2011
[7] Sandiaga Uno, “Pesan Untuk Generasi Muda Indonesia Dari Nelson Tansu”, http://sandiaga-uno.com/pesan-untuk-generasi-muda-indonesia-dari-nelson-tansu/, diakses pada 12 September 2011
[8] ibid
[9] Algooth Putranto, “Nelson Tansu : On Interview”, http://aergot.wordpress.com/2008/05/09/nelson-tansu-on-interview/, diakses pada 12 September 2011
[10] ibid
http://sosok.kompasiana.com/2011/10/28/prof-nelson-tansu-phd-professor-termuda-amerika-serikat-asal-indonesia/
======================
Jalan hidup dan pendidikan Nelson terkesan sangat cemerlang. Lihat saja, September 1995 anak Medan ini sudah nangkring di University Of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, dan Mei 1998, gelas S-1 (BS) bidang Applied Mathematics, Electrical Engineering dan Physics sudah ditangannya. Dengan summa cum laude !
Tak berhenti sampai disitu, dibanjiri banyak tawaran bea siswa ke level lanjutan dari pelbagai perguruan tinggi top di Amerika, Nelson tak bergeming. Dia tetap di Wisconsin. Sejak September 1998 sampai Mei 2003, artinya lima tahun setelah menyelesaikan Strata 1- nya, putera kebanggaan alm. Pak Iskandar Tansu dan almh. Bu Lily Auw, keluarga pebisnis percetakan di Medan ini kembali sukses mengantongi gelar S-3 (Ph.D) di bidang Electrical Engineering dan Applied Physics dari University Of Wisconsin-Madison. Dalam usia 25 tahun !
Sejak itu, universitas universitas papan atas Amerika Serikat, German, Canada dan Asia berdatangan meminang penyuka masakan Padang ini. Adalah Lehigh University, yang berlokasi di kota Bethlehem, Pennsylvania, yang dipilih Nelson untuk mengharungi samudera ilmu. Kota ini kurang lebih satu setengah jam bermobil dari Philadelphia, kota tua yang dulu pernah jadi ibukota Amerika Serikat.
Diusia 25 tahun, Nelson telah menjadi Asisten Profesor, dan saat ini sedang dipromosikan menjadi Profesor dengan tenure (associate professor with tenure), sebagai hasil seleksi dari 300an Ph.D yang melamar dan harus melawati saringan sangat ketat. “Seleksinya sangat ketat, dan yang diperebutkan hanya satu”, katanya.
Disamping tugas pokoknya mengajar kelas S-3, Nelson tak jarang merekrut dalam penelitiannya mahasiswa Indonesia, dan membimbing beberapa calon Ph.D asal Indonesia. Suami Adella Gozali Yose agaknya memang sengaja memilih Lehigh University, karena ternyata ini adalah salah satu perguruan tinggi papan atas Amerika Serikat, yang terkenal kuat dalam fisika terapan, dengan Rossin College of Engineering and Applied Sciencenya. Konon, Rossin Coleggenya itu setara dengan sekolah ekonomi Wharton School of Businessnya The University Of Pennsylvania, yang salah satu alumninya adalah Prof Dr. Boediono, kini Wapres Republik Indonesia.
Meminjam jargon Ki Dalang Manteb, Prof Nelson Tansu sungguh pancen oyee. Bagaimana tidak, saat ini lebih dari 84 hasil riset maupun karya tulisnya bertebaran, dipublikasikan di berbagai konferensi dan jurnal ilmiah internasional. Dia sangat sering diundang menjadi pembicara utama di beragam konferensi dan seminar. Tidak hanya di Washington, juga ke manca negara. Dan belasan karya ilmiah dan hak paten atas penemuan risetnya telah menjadi bukti tak terbantahkan.
Tiga hak patent, antara lain, meliputi semiconductor nanostructure, opto electronics divices dan high power semiconductor lasers. Juga pengembangan teknologi semi- conductor lasers,quantum well dan quantum dot laser, quantum intersubband lasers, dan banyak lagi. Teknologi tersebut diterapkan dalam aplikasi bidang optical communications, biochemichal sensors, sistem deteksi persenjataan dan lain lain.
Ketika saya tanyakan tentang kepulangannya ke Indonesia belum lama ini dan bertemu dengan Mendiknas RI Prof Dr M. Nuh yang mantan Rektor ITS Surabaya itu, Nelson mengatakan bahwa memang sedang ada suatu usaha untuk meningkatkan kerjasama, yang dijalin atas rekomendasi pemerintah RI dan AS, dengan beberapa perguruan tinggi Indonesia, antara lain dengan ITS, ITB, UI dan UGM.
Satu hal penting yang patut dicatat adalah meskipun sudah lebih satu decade di Amerika, Nelson masih tetap memegang paspor berlambang burung Garuda. “Saya sangat cinta Indonesia, suatu waktu ingin melakukan yang terbaik bagi negara. Indonesia adalah negara yang besar, dan bangsa kita akan mampu bekerja keras untuk bersaing dengan dunia”, kata Nelson suatu waktu.
Saking sempitnya waktu, Nelson sudah biasa bekerja sampai jam 2 pagi. Bahkan dikarenakan kesibukannya, janji lanjutan wawancarapun mungkin baru akan terealisasi pekan depan. Konon menurut informasi, selama mengajar di kampus, tak jarang - karena wajahnya yang memang masih sangat muda untuk job selevel dosen post doctoral itu, Nelson Tansu sering dikirain sebagai mahasiswa S-1atau magister. Tapi setelah lebih kenal, biasanya panggilanpun akan berubah hormat menjadi : Prof Tansu. Hehe, siapa suruh muda muda jadi profesor , ya nggak ?
http://edukasi.kompasiana.com/2010/02/02/nelson-tansu-anak-medan-professor-termuda-amerika/
==================
Nelson Tansu
Associate Professor of Electrical & Computer Engineering
Class of 1961 Associate Professor
Ph.D. Electrical Engineering (Concentration: Applied Physics), University of Wisconsin-Madison, May 2003
B.S. Applied Mathematics, Electrical Engineering, and Physics (AMEP), University of Wisconsin-Madison, May 1998 (Curriculum Vitae)
Contact Information:
Nelson Tansu, Ph.D.
Class of 1961 Associate Professor
Center for Optical Technologies
Department of Electrical and Computer Engineering
Rossin College of Engineering and Applied Science
Lehigh University
Bethlehem, Pennsylvania 18015, USA
Email: Tansu(at)lehigh(dot)EDU
Phone: (610) 758-2678, Fax: (610) 758-2605
Personal Web Page: http://www.ece.lehigh.edu/~tansu
Research Interests:
Physics and MOCVD of III-Nitride and III-V Semiconductor Optoelectronics Materials and Devices; III-Nitride and III-V Semiconductor Nanostructures for Solid State Lightings, Energy, and Communications; Photonics. Further description is available at the Research Group page (www.ece.lehigh.edu/~tansu)
Publications, Patents, and Invited Talks (as of April 2010):
Dr. Tansu has published widely in numerous refereed international journal and conference publications (total > 191) and holds several US patents (total > 4 US patents and 4 invention disclosures), and he has also reviewed regularly for the leading journals in applied physics and optoelectronics areas.
He has also given numerous lectures, seminars, and invited talks (total > 42) in universities, research institutions, and conferences in USA, Canada, Europe, and Asia.
Total book chapters: > 6
Citations of journal papers: > 940 (April 2010)
================
Pesan
Professor muda di Amerika ini bernama Nelson Tansu, lahir di Medan (Sumatera Utara) pada tahun 1977. Ia seorang pakar nanoteknologi dan optoelektronika asal Indonesia yang menjadi tenure-tracked Assistant Professor di Universitas Lehigh (Lehigh University) pada usia 25 tahun (sejak Juli 2003). Tansu menyisihkan lebih dari 300 doktor untuk mendapatkan jabatan Assistant Professor tersebut di Universitas Lehigh sejak Juli 2003.
Prof. Nelson memiliki pesan-pesan untuk generasi muda, khususnya bagi generasi muda di negara kelahirannya, Indonesia. Mari kita simak pesan-pesannya dibawah ini:
1. “Menurut saya, keberhasilan bukanlah berasal dari tingkat kepintaran. Saya sendiri tidak pernah merasa bahwa saya sendiri lebih cerdas atau lebih dari yang lainnya terutama orang-orang Indonesia lainnya. Sebenarnya menurut saya, saya biasa-biasa saja tetapi saya memang orang yang rajin dan kerja keras. Jadi, menurut saya, kerja keras dan fokus yang luar biasa adalah kunci dari keberhasilan. Di samping kerja keras dan fokus, saya juga mendapat dukungan dari istri (Adela Gozali Yose) dan keluarga saya untuk dapat memberikan kontribusi sampai sekarang.”
2. “Banyak sekali talenta-talenta terbaik dari Indonesia yang mungkin jauh lebih bagus dan telah berkontribusi dengan banyak bagi Indonesia dan dunia. Semoga, saya sangat berharap bahwa banyak generasi-generasi muda Indonesia akan terus memiliki motivasi untuk terus bekerja dengan giat dan fokus untuk dapat memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa dalam jangka panjang di kemudian hari.”
3. “Saya sendiri sebenarnya masih jauh dari banyak talenta-talenta terbaik Indonesia yang telah berhasil di tingkat dunia. Saya sendiri masih berusaha keras dan giat untuk meningkatkan kontribusi dari diri sendiri dan juga mahasiswa kita untuk dapat memberikan kontribusi di bidang sains dan teknologi. Masih banyak hal yang harus saya belajar dan kembangkan sebelum dapat dibilang berhasil, dan kami belajar untuk maju setiap hari.”
4. “Negara Indonesia adalah Negara besar dengan populasi ke-4 terbesar di dunia. Banyak talenta-talenta luar biasa dari generasi muda kita yang melebihi kita-kita yang sudah lebih senior, dan kita harus dapat memberikan motivasi untuk memajukan mereka, dan juga memberikan bimbingan dan semangat yang tepat untuk dapat mengembangkan talenta-talenta muda tersebut secara optimal. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar yang harus mampu untuk memberikan kontribusi besar untuk tingkat dunia. Dengan adanya generasi muda bertalenta tinggi di Indonesia (yang menurut saya, banyak yang lebih luar biasa dari kita-kita yang senior), maka saya yakin Indonesia dapat menjadi negara maju dengan masyarakat yang sejahtera dan juga dapat memberikan kontribusi yang luar biasa di tingkat dunia.”
5. “Sewaktu pertemuan di I-4 (Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional) di Jakarta bulan Desember 2010 , saya benar-benar sangat impressed dengan enthusiasm dari generasi muda yang ingin Indonesia maju. Dengan semangat yang demikian positif dan saling mendukung di antara kalangan ilmuwan Indonesia, maka saya yakin Indonesia akan maju dan generasi muda akan terus berkembang melebihi generasi sekarang”.
6. “Di antara kalangan ilmuwan Indonesia, banyak di antara mereka yang dapat menjadi sukses jika mendapatkan kesempatan yang cukup. Jadi semoga di kemudian hari, bangsa and negara Indonesia, dan masyarakat Indonesia, dapat memberikan dukungan yang secukupnya bagi ilmuwan generasi muda sebanyak-banyaknya.”
7. “Tujuan dari saya di Lehigh adalah hanya untuk fokus dalam bekerja keras untuk menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang dapat berkontribusi dalam bidang teknologi dan sains, dan semoga kami dapat memberikan kontribusi untuk mahasiswa Indonesia juga dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam membimbing mereka di program S3. Sekarang ini, group kita telah memiliki 2 alumni dari Indonesia (1 untuk S3, dan 1 untuk S2). Semoga kita dapat lebih berkontribusi untuk di masa depan dalam pengembangan sumber daya manusia.”
8. “Salah satu hal yang paling penting bagi kita untuk melakukan adalah untuk memberikan ruang kepada ilmuwan-ilmuwan Indonesia yang sudah establish di berbagai bidang di dalam negeri dan luar negeri untuk dikenal bagi generasi muda. I-4 diharapkan untuk menjadi wadah bagi memberikan wacana untuk memberikan kesempatan terhadap ilmuwan-ilmuwan Indonesia tersebut. Ada beberapa yang saya kenal (atau tahu) sejak beberapa tahun ini yang merupakan ilmuwan yang bagus dari Indonesia yang berkarir di berbagai Negara (termasuk Indonesia) yang harusnya bisa menjadi role model untuk anak-anak muda kita, yaitu: Bapak Yohanes Surya, Bapak Ken Soetanto, Bapak Yow Pin Lim, Bapak Oki Gunawan, Bapak Hery S. Djie, Bapak Jeffrey Rufinus, Bapak Yanuar Nugroho, Ibu Desi Anwar, Ibu Etin Anwar, Bapak Terry Mart, Bapak Wilson Wenas, Bapak Jhony Setiawan, Bapak Nasir Tamara, Bapak Andreas Raharso, Bapak Rudy Raymond, Bapak Khoirul Anwar, Ibu Rose Amal, Bapak Romulus Godang, Bapak L. T. Handoko, Bapak Agus Purwanto, Barry Herry Kwee, Bapak Hendra Kwee, Bapak Wirawan Purwanto, Bapak Gunawan Witjaksono, Bapak Rudiyanto Gunawan, Ibu Lea Goentoro, Bapak Anies Baswedan, dan lain-lainnya (banyak). Tentu saja masih banyak yang lebih senior yang telah merupakan role model yang bagus seperti Bapak Habibie, Bapak Bambang Hidayat, Bapak M. O. Tjia, Bapak Barmawi, Bapak Sangkot Marzuki, Bapak The Houw Liong, dan lain-lainnya (masih banyak). Saya kira mereka-mereka ini adalah yang telah menunjukkan kemampuan dan dedikasi tinggi, dan kita semua (termasuk saya sendiri terutama, dan generasi muda lainnya) dapat terinspirasi untuk belajar dari mereka-mereka yang memiliki kemampuan luar biasa dan dedikasi luar biasa di bidang mereka masing-masing.”
Biografi singkat
Prof. Nelson Tansu lahir pada Oktober 1977 di Medan (Sumatera Utara), ia menerima gelar BS dan gelar Ph.D. dari University of Wisconsin-Madison Mei 1998 dan Mei 2003. Dr. Tansu memulai karir sebagai Profesor Asisten (Assistant Professor) termuda di Lehigh University pada Juli 2003 (umur 25). Dr Tansu menjabat sebagai Profesor Asisten (Assistant Professor) (Juli 2003 – April 2007) dan Peter C. Rossin Assistant Professor (April 2007 – April 2009) di Departemen Teknik Elektro dan Komputer (ECE) dan Pusat Teknologi Optik (COT) di Lehigh University. Ia menjadi professor dengan tenure (Associate Professor) di Lehigh University pada Mei 2009. Sejak Mei 2010 sampai sekarang, Dr Tansu telah menjadi Class of 1961 Associate Professor (dengan tenure) di Departemen Teknik Elektro dan Komputer (ECE) dan Pusat Teknologi Optik(COT) di Lehigh University. Dr Tansu adalah memiliki beberapa penghargaan dari Universitas Wisconsin-Madison dan Lehigh University, dan dia juga telah mempublikasikan riset mereka di beberapa-beberapa jurnal internasional. Istri Tansu adalah Adela Gozali Yose, dan mereka tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat.
http://sandiaga-uno.com/pesan-untuk-generasi-muda-indonesia-dari-nelson-tansu/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar